I.
Analisis
Transaksional
A. Konsep dasar pandangan Analisi Transaksional tentang
kepribadian
Analisis Transaksional
dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People
Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme.
Pendekatan analisis transaksional ini berlandaskan teori kepribadian yang
berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan
suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu :
orang tua, orang dewasa, dan anak. Pada dasarnya teori analisis transaksional
berasumsi bahwa orang-orang bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir,
dan memutusakan untuk dirinya sendiri, dan mengungkapkan perasaan- perasaannya.Dalam
mengembangkan pendekatan ini Eric Berne menggunakan berbagai bentuk permainan
antara orang tua, orang dewasa dan anak.
B.
Unsur-unsur Terapi :
1.
Munculnya Gangguan
Dari eksperimen ini Berne mengamati bahwa kehidupan
sehari-hari banyak ditentukan oleh bagaimana ketiga status ego (anak, dewasa,
dan orang tua) saling berinteraksi dan hubungan traksaksional antara ketiga
status ego itu dapat mendorong pertumbuhan diri seseorang, tetapi juga dapat merupakan
sumber-sumber gangguan psikologis. Percobaan Eric Berne ini dilakukan hamper 15
tahun dan akhirnya dia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang
disebut Analisis Transaksional dalam Psikoterapi yang diterbitkan pada tahun
1961. Selanjutnya tahun 1964 dia menulis pula tentang Games Pupil Play, dan
tahun 1966 menerbitkan Principles of Group Treatment. Pengikut Eric Berne
adalah Thomas Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers.
2. Tujuan Terapi
Tujuan utama dari Analisis
Transaksional adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan baru yang
berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya. Sedangkan sasarnya
adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa kebebasan dirinya dalam memilih
telah dibatasi oleh ketusan awal mengenai posisi hidupnya serta pilihan
terhadap cara-cara hidup yang stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964)
dalam Corey (1988) bahwa tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang
diwujudkan oleh penemuan kembali tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas,
dan keakraban.
3. Peran Terapis
Peran terapis yaitu
membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau yang
merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal tertentu,
mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan strategi-strategi yang
telah digunakannya dalam menghadapi orang lain yang sekarang mungkin akan
dipertimbangkannya. Terapis membantu klien memperoleh kesadaran yang lebih
realistis dan mencari alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih
otonom. Terapis memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada
kontrak terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam
proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk mendukung
klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang jelas diprakarsai
oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien agar lebih mempercayai ego
Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang Dewasa konselor dalam memeriksa
keputusan–keputusan lamanya serta untuk membuat keputusan-keputusan baru.
C. Teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam
Analisis Transaksional, yaitu;
-
Analisis
struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan
ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat
menghambat dan membantu klien untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap
sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
-
Metode-metode didaktik,
AT menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur
dasar dalam terapi ini.
-
Analisis
transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu
sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi
diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada
respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan
terselubung.
II.
Rational Emotive
Therapy (Ellis)
A.
Konsep dasar
Pandangan Rational Emotive Therapy
Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah
unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika
berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan
kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi
tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh
evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari.
Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir
yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam
berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional.
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara
tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat
dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang
digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan
kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran
negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional
dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional.
B.
Unsur-unsur Terapi
:
1. Munculnya Gangguan
Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak
logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan.
Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan.
Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata
yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif
serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan
logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara
verbalisasi yang rasional. Rational Emotive Therapy yang menolak pandangan aliran psikoanalisis yang berpandangan
bahwa peristiwa dan pengalaman individu menyebabkan terjadinyagangguan emosional. Menurut Ellis bukanlah pengalaman atau peristiwa
eksternalyang menimbulkan emosional, akan tetapi tergantung kepada
pengertian yang diberikan terhadap peristiwa atau pengalaman itu. Gangguan
emosi terjadi disebabkan pikiran-pikiran seorang yang bersifat irrasional
terhadap peristiwa dan pengalaman yang dilaluinya.
2. Tujuan Terapi
-
Memperbaiki dan
merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi pandangan yang rasional dan logis
agar klien dapat mengembangkan diri, meningkatkan sel-actualizationnya
seoptimal mungkin melalui tingkah laku kognitif dan afektif yang positif.
-
Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, rasa marah.
3. Peran Terapis
Terapis memiliki
tugas-tugas yang spesifik yaitu :
·
Mengajak klien untuk
berpikir tentang beberapa gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi
banyak gangguan tingkah laku.
·
Menantang klien untuk
menguji gagasan-gagasannya.
·
Menunjukkan kepada
klien ketidaklogisan pemikirannya.
·
Menggunakan suatu
analisis logika untuk meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
·
Menunjukkan bahwa
keyakinan-keyakinan itu tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan
akan mengakibatkan gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
·
Menggunakan
absurditas dan humor untuk menghadapi irasionalitas pikiran klien
·
Menerangkan bagaimana
gagasan-gagasan yang irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang
rasional yang memiliki landasan empiris, dan
·
Mengajari klien
bagaimana menerapkan pendekatan ilmiah pada cara bepikir sehingga klien bisa mengamati dan meminimalkan gagasan-gagasan irasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak logis sekarang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara merasa
dan berperilaku yang merusak diri.
C.
Teknik-teknik terapi
Rational Emotive Therapy
Teknik-Teknik
Emotif (Afektif)
a. Assertive adaptive
Teknik yang digunakan untuk
melatih, mendorong, dan membiasakan klien untuk secara terus-menerus
menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan.
b. Bermain peran
Teknik untuk mengekspresikan
berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu
suasana.
c. Imitasi
Teknik untuk menirukan secara
terus menerus suatu model tingkah laku tertentu.
Teknik-teknik
Behavioristik
a. Reinforcement
Teknik untuk mendorong klien ke
arah tingkah laku yang lebih rasional dan logis.
b. Social modeling
Teknik untuk membentuk tingkah
laku-tingkah laku baru pada klien.
Teknik-teknik
Kognitif
a. Home work assigments,
Teknik yang dilaksanakan dalam
bentuk tugas-tugas rumah untuk melatih, membiasakan diri, dan
menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntut pola tingkah laku yang
diharapkan.
b. Latihan
assertive
Teknik untuk melatih keberanian
klien dalam mengekspresikan tingkah laku-tingkah laku tertentu yang diharapkan
melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial.
III.
Terapi Perilaku
A. Konsep Dasar :
1. Classical Conditioning
Adapun
penelitiannya yang dilakukannya adalah dengan mengoperasi kelenjar ludah anjing
sehinnga memungkinkan untuk mengukur dengan teliti air liur yang keluar sebagai
respon. Setelah percobaan diulang berkali-kali, maka ternyata air liur telah
keluar sebelum makanan sampai kemulutnya, yaitu:
a. Pada
waktu melihat piring makanan.
b. Pada
waktu melihat orang yang biasa memberi makanan.
c. Pada
waktu mendengar langkah orang yang memberi makanan.
Jadi makanan disini merupakan perangsang (stimulus) yang
sewajarnya bagi reflek keluarnya air liur, sedangkan piring, orang, dan suara
langkah merupakan stimulus yang bukan sewajarnya. Terhadap percobaan ini Pavlov
mengambil kesimpulan bahwa signal dapat memainkan peranan yang sangat penting
dalam adaptasi hewan terhadap sekitarnya. Reaksi mengeluarkan air liur karena
mengamati pertanda disebut dengan istilah reflek bersyarat atau conditioned
reflek (CR), pertanda atau signal disebut perangsang bersyarat atau conditioned
stimulus (CS), makanan dsebut perangsang tak bersyarat atau Unconditioned
stimulus (US), sendangkan keluarnya air liur karena makanan disebut reflek tak
bersyarat atau unconditioned reflek (UR).
2. Operant Conditioning
Dasar dari pengkondisian operan (operant conditioning)
dikemukakan oleh E.L. Thorndike pada tahun 1911,
yakni beberapa waktu sesudah munculnya teori classical conditioning yang
dikemukakan oleh Pavlov. Pada saat itu thorndike mempelajari pemecahan masalah
pada binatang yang diletakkan di dalam sebuah “kotak teka-teki”. Dimana setelah
beberapa kali percobaan, binatang itu mampu meloloskan diri semakin cepat dari
perobaan percobakan sebelumnya. Thorndike kemudian mengemukakan hipotesis“
apabila suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respon yang lain
dalam keadaan yang sama” yang dikenal dengan hukum
akibat“ low of effect
3.
Modeling
Prinsip teori yang melandasi
teknik terapi ini adalah teori mengenai belajar melalui pengamatan (observation
learning) atau sering juga disebut belajar sosial (social learning)
dari Walter dan Bandura. pada prinsipnya, terapis
memperlihatkan model yang tepat untuk membuat klien dapat meniru bagaimana ia
seharusnya melakukan upaya menghilangkan perasaan dari pikiran yang tidak
seharusnya dari orang lain yang disebut model itu.
Terhadap dua konsep yang berbeda
yang digunakan dalam modeling ini, yakni antara coping danmastery
model menampilkan perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani
ketakutan. Sebaliknya,coping model pada dasarnya menampilkan
bagaimana ia tidak merasa takut untuk menghadapi hal yang semula menakutkan.
B.
Unsur-unsur Terapi
1.
Munculnya Gangguan
Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau
mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu
lingkungan dan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Terapi perilaku
berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan
mengawasi perilaku belajar si pasien. Terapi perilaku adalah terapi
psikologis singkat bertarget yang lebih menangani gambaran terkini berbagai
gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya.
2.
Tujuan Terapi
Tujuan
umum terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses
belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned),
termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotik learned, maka
ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif
bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas proses
penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian
pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respons-respons yang
layak, namun belum dipelajari;
·
Meningkatkan
perilaku, atau
·
Menurunkan perilaku
·
Meningkatkan
perilaku:
·
Reinforcement
positif: memberi penghargaan thd perilaku
·
Reinforcement
negatif: mengurangi stimulus aversi
·
Mengurangi
perilaku:
·
Punishment: memberi
stimulus aversi
·
Respons cost:
menghilangkan atau menarik reinforcer
·
Extinction: menahan
reinforcer
3.
Peran Terapis
Terapis
tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian
treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan
masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi tingkah laku secara khas
berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku yang
maladaptif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan,
mengarah pada tingkahlaku yang baru dan adjustive.
C.
Teknik terapi perilaku
-
Mencari stimulus
yang memicu gejala gejala
-
Menaksir/analisa
kaitan kaitan bagaimana gejala gejala menyebabkan perubahan tingkah laku klien
dari keadaan normal sebelumnya.
-
Meminta klien
membayangkan sejelas jelasnya dan menjabarkannya tanpa disertai celaan atau
judgement oleh terapis.
-
Bergerak mendekati
pada ketakutakan yang paling ditakuti yang dialami klien dan meminta kepadanya
untuk membayangkan apa yang paling ingin dihindarinya, dan
-
Ulangi lagi
prosedur di atas sampai kecemasan tidak lagi muncul dalam diri klien.
Sumber :