Minggu, 24 November 2013

Mengendalikan Fungsi Manajemen




ü  Definisi Mengendalikan (Controlling)

Perolehan dan penggunaan informasi untuk membantu mengkoordinasikan proses pembuatan perencanaan dan pembuatan keputusan melalui organisasi dan utnuk memandu perilaku manajemen. Fungsi-Fungsi Manajemen Kegiatan dalam fungsi Pengendalian/Pengawasan (Controlling) :
  • Mengevaluasi keberhasilan dalam pencapaian tujuan dan target bisnis sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
  • Mengambil langkah klarifikasi dan koreksi atas penyimpangan yang mungkin ditemukan.
  • Melakukan berbagai alternatif solusi atas berbagai masalah yang terkait dengan pencapaian tujuan dan target.
ü  Langkah-langkah dalam kontrol

Proses Pengendalian Manajemen :
            1.      Perencanaan Strategi
            2.      Penyusunan Anggaran
            3.      Pelaksanaan Anggaran
            4.      Evaluasi Kinerja
Pengendalian Tugas proses untuk memastikan bahwa tugas yang spesifik dilaksanakan secara efektif dan efisien.

ü Tipe – Tipe Control
  • (Awal) Preliminary, Kadang-kadang disebut kendali feedforward, Hal ini harus dipenuhi sebelum suatu perkerjaan dimulai. Kendali ini menyakinkan bahwa arah yang tepat telah disusun dengan sumber-sumber yang tepat tersedia untuk memenuhinya
  • (Saat ini) Concurrent, Berfokus pada apa yang sedang terjadi selama proses. Kadang-kadang disebut Kendali steering, kendali ini memantau operasi dan aktivitas yang sedang berjalan untuk menjamin sesuatunya telah sedang dikerjakan dengan tepat.
  • (Akhir) Post-action, Kadang-kadang disebut kendali feedback , Kendali ini mengambil tempat setelah suatu tindakan dilengkapi. Kendali akhir berfokus pada hasil akhir, kebalikan dari input dan aktivitas.
ü Proses  Manajemen

Proses pengendalian manajemen adalah kegiatan yang digunakan  oleh seluruh manajemen untuk menjamin bahwa anggota organisasi bawahan yang disupervisi  akan mengimplementasikan strategi yang ditetapkan.
            Proses manajemen adalah daur beberapa gugusan kegiatan dasar yang berhubungan secara integral, yang dilaksanakan di dalam manajemen secara umum, yaitu proses perencanaan, proses pengorganisasian, proses pelaksanaan dan proses pengendalian, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan secara ekonomis. Sesungguhnya keempat proses itu merupakan hasil ikhtisar dari pelbagai pendapat praktisi dan ahli mengenai manajemen

Minggu, 03 November 2013

Motivasi



1.      Pengertian Motivasi
Motivasi adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti "dorongan" atau rangsangan atau "daya penggerak" yang ada dalam diri seseorang.
Menurut Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.
Menurut Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999) menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004).

2.      Teori-teori Motivasi
a.       Drive Reinforcement
Pengertian Teori Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Teori Drive Reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
contohnya : mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong
b.      Teori Harapan
Teori ini termasuk kedalam Teori – teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.

Teori harapan ini didasarkan atas :
1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
2. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Contoh Kasus:
Seorang karyawan pada bagian/divisi penjualan berupaya meraih target penjualan tertentu untuk mendapatkan bonus berupa liburan ke luar negeri. Dalam teori harapan, karyawan tersebut berusaha mendapatkan kesempatan untuk memenuhi target karena ingin pergi ke luar negeri.

c.       Teori Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
• Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
• Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
• Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
• Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh

Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan.
Contoh : Bila seorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

d.      Hierarki Kebutuhan Maslow
      1. Kebutuhan Fisiologis
Yaitu kebutuhan seperti makan, minum, tempat tinggal, dll. Merupakan kebutuhan yang  sebagai titik awal kebutuhan manusia yang sering juga disebut sebagai tuntutan fisik. Dalam kebutuhan ini di daerah DKI Jakarta mungkin sudah tercapai karna dengan bantuan pemerintah yang mengadakan program Beras Miskin (RASKIN) kepada orang-orang yang kurang mampu. Dalam program tersebut pemerintah menggunakan produk beras BULOK (Buatan Lokal) yang harganya cukup murah untuk di konsumen kepada masyarakat di DKI Jakarta yang kurang mampu. Produk dalam kebutuhan fisiologis ini adalah bahan konsumsi pokok. Oleh sebab itu masyarakat di daerah DKI Jakarta kebutuhan fisiologis nya sudah hampir tercapai.
                  2. Kebutuhan Keamanan
Ketika kebutuhan fisiologis sudah terpuaskan, maka akan timbul suatu bidang kebutuhan yang secara garis besar dinyatakan sebagai kebutuhan akan keamanan. Di Jakarta sendiri kebutuhan ini dibilang masih kurang karna masih banyak kriminalitas yang masih sering membahayakan, sehingga banyak orang-orang di Jakarta menggunakan jasa security (satpam). Jasa-jasa security sekarang banyak yang bermunculan akibat banyak nya permintaan. Jasa security ini biasanya digunakan di perkantoran, mall, rumah sakit, perumahan, dan tempat-tempat yang membutuhkannya. Jasa security banyak di gunakan di Jakarta pusat dan selatan karna di sana banyak perkantoran, mall dan perumahan. Selain jasa security dalam kebutuhan keamanan juga membutuhkan jasa lain seperti : alarm perumahan, asuransi (kesehatan, jiwa, pendidikan), dan sekolah.
                  3. Kebutuhan Sosial
Ketika kebutuhan fisiologis dan keamanan sudah terpenuhi, maka akan timbul kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan kebersamaan. Kebutuhan ini di Jakarta sudah cukup maju sebab dengan perkembangan teknologi yang amat baik di Jakarta itu sendiri memudahkan masyarakat memperluas jaringan social antara manusia lain contonya internet. Dengan menggunakan internet manusia bisa bersosialisasi dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Contohnya situs biro jodoh yang mempertemukan seseorang dan membantu mencari cinta. Di Jakarta sendiri banyak wilayah yang menggunakan wifi untuk para masyarakat bisa menggunakan internet secara gratis. Contoh produk kebutuhan social : biro jodoh, club, tempat rekreasi keluarga, chat line, dsb 
                  4. Kebutuhan Pengakuan
Umumnya orang akan menginginkan kehidupan yang stabil dan kokoh, punya penilaian diri yang tinggi, harga diri, dan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama adalah keinginan akan kemampuan, prestasi, penghasilan cukup, kenyamanan hidup, kebebasan dan berhak menentukan pilihan sendiri. Kedua adalah keinginan akan reputasi dan prestise, pengakuan, perhatian dari orang lain, dan penghargaan. Di Jakarta sendiri contohnya para anggota DPR, mereka mempunyai jabatan yang bagus, dihargai oleh masyarakat dan mempunyai kemampuan prestasi yang bagus untuk mengajak masyarakat untuk memilih beliau. Selain memiliki reputasi yang bagus Para DPR juga mendapat tunjangan rumah mewah, mobil mewah dan lain-lain. Contoh produk kebutuhan pengakuan : fashion, mobil mewah, rumah mewah, kosmetik, furniture, sekolah, dsb
                  5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Setelah semua kebutuhan terpenuhi dan berada pada posisi nyaman, berkecukupan dan bekerja sesuai dengan keinginannya maka pada diri seseorang akan muncul kebutuhan akan aktualisasi diri. Dalam kebutuhan ini membuat kepuasan tersendiri kepada diri kita sendiri. Contohnya para pengusaha di Jakarta, mereka bekerja dengan suka cita untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah sehingga mereka akan mendapatkan kepuasan tersendiri dari  yang mereka lakukan. Di Jakarta sendiri banyak pengusaha di daerah Jakarta pusat.

Contoh : Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan fisiologis, seperti membangun rumah tangganya dengan hasil gaji yang di capai, merasa aman dan nyaman dengan perusahaan yang disana ia meniti karirnya, hingga kebutuhan self esteem (harga diri/pengakuan diri) yang dalam arti karyawan tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabatan atau dipromosikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya dengan mengikuti seminar-seminar yang membangun jiwa kepemimpinannya, hingga ketika ia mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan aktualisasi lebih lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya.
Artikel Kasus :
Kajian yang dilakukan oleh BI Norwegian School of Management yang dipimpin oleh professor Anders Dysvik menemukan bahwa organisasi atau perusahaan mempunyai kemampuan untuk menciptakan kondisi yang akan berdampak pada motivasi kerja dalam diri karyawan atau pekerja  di tempat ia bekerja. Motivasi sendiri dalam kajian psikologi organisasi sudah dibahas sejak tahun 1920-an dimana organisasi atau perusahaan berusaha untuk mencapai keseimbangan antara produktifitas dan kualitas yang tinggi. Kajian Dysvik menghasilkan 3 buah teori yang terintegrasi terkait motivasi seseorang dalam pekerjaan:
1. Pro-Social Motivation: Karyawan merasakan suatu kewajiban untuk memberikan sesuatu kembali ke pemilik perusahaan jika mereka merasa diperhatikan dan diperlakukan dengan baik.
2. Goal Orientation: Sebuah pola pikir yang diperlukan oleh karyawan yang memberikan pedoman bagaimana karyawan menyesuaikan situasi di mana mereka harus melakukan pekerjaan di tempat kerja.
3. Inner Motivation: Merasakan kesenangan atau kenyamanan menyatu atau cocok,  dan tertarik dengan tugas-tugas yang mereka lakukan.
Penelitian motivasi di atas dilakukan dengan libatkan lebih dari 2.900 karyawan baik di sector publik maupun swasta di Norwegia. Sebuah kenyataan menarik bahwa Dysvik menemukan Inner-Motivation merupakan pemicu kinerja pekerjaan yang lebih baik dan kesediaan untuk membantu rekan kerja juga mengalami peningkatan. Khususnya pada pekerja yang mempunyai inner-motivation menunjukkan lebih bersedia memberikan sesuatu yang lebih kepada organisasi/perusahaan apabila diperlukan.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa karyawan yang termotivasi cenderung lebih setia kepada organisasi dan Dysvik sampai pada kesimpulan bahwa “apabila organisasi ingin mendapatkan hasil dan keuntungan maksimal dari karyawan mereka, organisasi/perusahaan harus dapat menciptakan kondisi bagi karyawan agar mengalami inner-motivation setinggi mungkin di tempat kerja”.
Hasil lain dari studi menemukan bahwa teori inner-motivation membantu meningkatkan peran atau kekuatan dari dua terori lain yakni goal orientation dan pro-social motivation apabila dilakukan secara bersama-sama.
Berdasarkan penelitiannya, Dysvik memberikan empat tips praktis untuk organisasi/perusahaan dalam menciptakan kondisi terkait motivasi yakni:
1. Berikan kesempatan kepada karyawan untuk berlatih dan mengembangkan diri di tempat kerja, dan bekerja secara aktif untuk melihat dan mengukur langkah-langkah yang relevan dan memadai untuk pengembangan lanjutan dalam pekerjaan mereka.
2. Menunjukkan secara jelas bahwa karyawan penting bagi organisasi dengan menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam pengembangan individu mereka, baik melalui kursus dan dalam pekerjaan sehari-hari melalui tindakan seperti skema mentor, rotasi pekerjaan dan umpan balik secara reguler pada pekerjaan yang dilakukan.
3. Melihat kegiatan organisasi SDM sebagai pelengkap maupun secara keseluruhan, sehingga banyak kegiatan merupakan bantuan yang mungkin meningkatkan persepsi otonomi karyawan, kompetensi dan hubungan sosial yang baik antar karyawan, maupun antara karyawan dan pemimpin.
4. Ketika merekrut orang baru, organisasi harus mencari calon dengan kemampuan dan kemauan untuk belajar dan berkembang, dan yang juga memiliki potensi untuk membangun kesenangan dan komitmen terhadap tugas-tugas yang ditawarkan.
Pada kasus di atas jika dihubungkan dengan berbagai teori motivasi yang ada maka dapat dilihat bahwa fokusnya ada pada bagaimana pengembangan diri SDM yang didukung organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Pada teori Maslow, mestinya organisasi sudah tidak melihat lagi kebutuhan karyawan dari ‘hanya’ pemenuhan aspek physiological, safety dan love tapi sudah pada tingkatan esteem dan self-actualization. Artinya, organisasi atau perusahaan yang ingin berkembang harus mampu mewujudkan keinginan atau kebutuhan karyawan pada level esteem dan self-actualization.