1.
Pengertian Motivasi
Motivasi
adalah suatu dorongan kehendak yang menyebabkan seseorang melakukan suatu
perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif
yang berarti "dorongan" atau rangsangan atau "daya
penggerak" yang ada dalam diri seseorang.
Menurut
Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000),
motivasi didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk
bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap
tertarik dalam kegiatan tertentu.
Menurut
Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan
adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita;
penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa yang membuat
seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard, 1999) menyatakan bahwa
motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan situasi yang dihadapinya
(Siagian, 2004).
2.
Teori-teori Motivasi
a.
Drive Reinforcement
Pengertian Teori Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Teori Drive Reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Teori Drive Reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
contohnya : mengembangkan suatu
dorongan untuk mendapatkan hal tersebut, dan karena itu mendorong ke arah itu.
Dan dalam realisasi motif sosial, orang telah belajar dorongan untuk kekuasaan,
agresi atau prestasi. Keadaan terdorong yang dipelajari menjadi ciri abadi dari
orag tertentu dan mendorong orang itu ke arah tujuan yang memadai, orang lain
mungkin belajar motif sosial yang lain dan didorong
b.
Teori Harapan
Teori ini termasuk kedalam Teori – teori Kesadaran.
Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang
menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan
motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan
melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan
informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya
digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan
berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
2. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Contoh Kasus:
Seorang karyawan pada bagian/divisi penjualan berupaya meraih target penjualan tertentu untuk mendapatkan bonus berupa liburan ke luar negeri. Dalam teori harapan, karyawan tersebut berusaha mendapatkan kesempatan untuk memenuhi target karena ingin pergi ke luar negeri.
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003:229).
Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.
Teori harapan ini didasarkan atas :
1. Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.
2. Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.
Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.
Contoh Kasus:
Seorang karyawan pada bagian/divisi penjualan berupaya meraih target penjualan tertentu untuk mendapatkan bonus berupa liburan ke luar negeri. Dalam teori harapan, karyawan tersebut berusaha mendapatkan kesempatan untuk memenuhi target karena ingin pergi ke luar negeri.
c. Teori
Tujuan
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
• Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
• Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
• Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
• Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan.
Teori ini menyatakan bahwa mencapai tujuan adalah sebuah motivator. Hampir setiap orang menyukai kepuasan kerja karena mencapai sebuah tujuan spesifik. Saat seseorang menentukan tujuan yang jelas, kinerja biasanya meningkat sebab:
• Ia akan berorientasi pada hal hal yang diperlukan
• Ia akan berusaha keras mencapai tujuan tersebut
• Tugas tugas sebisa mungkin akan diselesaikan
• Semua jalan untuk mencapai tujuan pasti ditempuh
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
Penetapan tujuan juga dapat ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran-sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri, diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan peusahaan. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan ia akan memiliki keterikatan (commitment) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah ia tetapkan.
Contoh : Bila seorang tenaga kerja
memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas
untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu dapat
terjadi bahwa keterikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu
besar.
d. Hierarki
Kebutuhan Maslow
1. Kebutuhan
Fisiologis
Yaitu
kebutuhan seperti makan, minum, tempat tinggal, dll. Merupakan kebutuhan
yang sebagai titik awal kebutuhan
manusia yang sering juga disebut sebagai tuntutan fisik. Dalam kebutuhan ini di
daerah DKI Jakarta mungkin sudah tercapai karna dengan bantuan pemerintah yang
mengadakan program Beras Miskin (RASKIN) kepada orang-orang yang kurang mampu.
Dalam program tersebut pemerintah menggunakan produk beras BULOK (Buatan Lokal)
yang harganya cukup murah untuk di konsumen kepada masyarakat di DKI Jakarta
yang kurang mampu. Produk dalam kebutuhan fisiologis ini adalah bahan konsumsi
pokok. Oleh sebab itu masyarakat di daerah DKI Jakarta kebutuhan fisiologis nya
sudah hampir tercapai.
2. Kebutuhan Keamanan
Ketika
kebutuhan fisiologis sudah terpuaskan, maka akan timbul suatu bidang kebutuhan
yang secara garis besar dinyatakan sebagai kebutuhan akan keamanan. Di Jakarta
sendiri kebutuhan ini dibilang masih kurang karna masih banyak kriminalitas
yang masih sering membahayakan, sehingga banyak orang-orang di Jakarta
menggunakan jasa security (satpam). Jasa-jasa security sekarang banyak yang
bermunculan akibat banyak nya permintaan. Jasa security ini biasanya digunakan
di perkantoran, mall, rumah sakit, perumahan, dan tempat-tempat yang
membutuhkannya. Jasa security banyak di gunakan di Jakarta pusat dan selatan
karna di sana banyak perkantoran, mall dan perumahan. Selain jasa security
dalam kebutuhan keamanan juga membutuhkan jasa lain seperti : alarm perumahan,
asuransi (kesehatan, jiwa, pendidikan), dan sekolah.
3. Kebutuhan Sosial
Ketika
kebutuhan fisiologis dan keamanan sudah terpenuhi, maka akan timbul kebutuhan
akan cinta, kasih sayang dan kebersamaan. Kebutuhan ini di Jakarta sudah cukup
maju sebab dengan perkembangan teknologi yang amat baik di Jakarta itu sendiri
memudahkan masyarakat memperluas jaringan social antara manusia lain contonya
internet. Dengan menggunakan internet manusia bisa bersosialisasi dan
menumbuhkan rasa kebersamaan. Contohnya situs biro jodoh yang mempertemukan
seseorang dan membantu mencari cinta. Di Jakarta sendiri banyak wilayah yang
menggunakan wifi untuk para masyarakat bisa menggunakan internet secara gratis.
Contoh produk kebutuhan social : biro jodoh, club, tempat rekreasi keluarga,
chat line, dsb
4. Kebutuhan Pengakuan
Umumnya orang akan menginginkan
kehidupan yang stabil dan kokoh, punya penilaian diri yang tinggi, harga diri,
dan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu
pertama adalah keinginan akan kemampuan, prestasi, penghasilan cukup, kenyamanan
hidup, kebebasan dan berhak menentukan pilihan sendiri. Kedua adalah keinginan
akan reputasi dan prestise, pengakuan, perhatian dari orang lain, dan
penghargaan. Di Jakarta sendiri contohnya para anggota DPR, mereka mempunyai
jabatan yang bagus, dihargai oleh masyarakat dan mempunyai kemampuan prestasi
yang bagus untuk mengajak masyarakat untuk memilih beliau. Selain memiliki
reputasi yang bagus Para DPR juga mendapat tunjangan rumah mewah, mobil mewah
dan lain-lain. Contoh produk kebutuhan pengakuan : fashion, mobil mewah, rumah
mewah, kosmetik, furniture, sekolah, dsb
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Setelah
semua kebutuhan terpenuhi dan berada pada posisi nyaman, berkecukupan dan
bekerja sesuai dengan keinginannya maka pada diri seseorang akan muncul
kebutuhan akan aktualisasi diri. Dalam kebutuhan ini membuat kepuasan
tersendiri kepada diri kita sendiri. Contohnya para pengusaha di Jakarta,
mereka bekerja dengan suka cita untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah
sehingga mereka akan mendapatkan kepuasan tersendiri dari yang mereka lakukan. Di Jakarta sendiri
banyak pengusaha di daerah Jakarta pusat.
Contoh
: Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow dari kebutuhan
fisiologis, seperti membangun rumah tangganya dengan hasil gaji yang di capai,
merasa aman dan nyaman dengan perusahaan yang disana ia meniti karirnya, hingga
kebutuhan self esteem (harga diri/pengakuan diri) yang dalam arti karyawan
tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabatan atau
dipromosikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya dengan
mengikuti seminar-seminar yang membangun jiwa kepemimpinannya, hingga ketika ia
mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan aktualisasi lebih
lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya.
Artikel Kasus :
Kajian yang dilakukan oleh BI
Norwegian School of Management yang dipimpin oleh professor Anders Dysvik
menemukan bahwa organisasi atau perusahaan mempunyai kemampuan untuk
menciptakan kondisi yang akan berdampak pada motivasi kerja dalam diri karyawan
atau pekerja di tempat ia bekerja. Motivasi sendiri dalam kajian
psikologi organisasi sudah dibahas sejak tahun 1920-an dimana organisasi atau
perusahaan berusaha untuk mencapai keseimbangan antara produktifitas dan kualitas
yang tinggi. Kajian Dysvik menghasilkan 3 buah teori yang terintegrasi terkait
motivasi seseorang dalam pekerjaan:
1. Pro-Social Motivation: Karyawan
merasakan suatu kewajiban untuk memberikan sesuatu kembali ke pemilik
perusahaan jika mereka merasa diperhatikan dan diperlakukan dengan baik.
2. Goal Orientation: Sebuah pola
pikir yang diperlukan oleh karyawan yang memberikan pedoman bagaimana karyawan
menyesuaikan situasi di mana mereka harus melakukan pekerjaan di tempat kerja.
3. Inner Motivation: Merasakan
kesenangan atau kenyamanan menyatu atau cocok, dan tertarik dengan
tugas-tugas yang mereka lakukan.
Penelitian motivasi di atas dilakukan dengan
libatkan lebih dari 2.900 karyawan baik di sector publik maupun swasta di
Norwegia. Sebuah kenyataan menarik bahwa Dysvik menemukan Inner-Motivation
merupakan pemicu kinerja pekerjaan yang lebih baik dan kesediaan untuk membantu
rekan kerja juga mengalami peningkatan. Khususnya pada pekerja yang mempunyai
inner-motivation menunjukkan lebih bersedia memberikan sesuatu yang lebih
kepada organisasi/perusahaan apabila diperlukan.
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa karyawan yang
termotivasi cenderung lebih setia kepada organisasi dan Dysvik sampai pada
kesimpulan bahwa “apabila organisasi ingin mendapatkan hasil dan keuntungan
maksimal dari karyawan mereka, organisasi/perusahaan harus dapat menciptakan
kondisi bagi karyawan agar mengalami inner-motivation setinggi mungkin di
tempat kerja”.
Hasil lain dari studi menemukan bahwa teori
inner-motivation membantu meningkatkan peran atau kekuatan dari dua terori lain
yakni goal orientation dan pro-social motivation apabila dilakukan secara
bersama-sama.
Berdasarkan penelitiannya, Dysvik memberikan empat
tips praktis untuk organisasi/perusahaan dalam menciptakan kondisi terkait
motivasi yakni:
1. Berikan kesempatan kepada karyawan untuk
berlatih dan mengembangkan diri di tempat kerja, dan bekerja secara aktif untuk
melihat dan mengukur langkah-langkah yang relevan dan memadai untuk
pengembangan lanjutan dalam pekerjaan mereka.
2. Menunjukkan secara jelas bahwa karyawan penting
bagi organisasi dengan menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam
pengembangan individu mereka, baik melalui kursus dan dalam pekerjaan
sehari-hari melalui tindakan seperti skema mentor, rotasi pekerjaan dan umpan
balik secara reguler pada pekerjaan yang dilakukan.
3. Melihat kegiatan organisasi SDM sebagai
pelengkap maupun secara keseluruhan, sehingga banyak kegiatan merupakan bantuan
yang mungkin meningkatkan persepsi otonomi karyawan, kompetensi dan hubungan
sosial yang baik antar karyawan, maupun antara karyawan dan pemimpin.
4. Ketika merekrut orang baru, organisasi harus
mencari calon dengan kemampuan dan kemauan untuk belajar dan berkembang, dan
yang juga memiliki potensi untuk membangun kesenangan dan komitmen terhadap
tugas-tugas yang ditawarkan.
Pada kasus di atas jika
dihubungkan dengan berbagai teori motivasi yang ada maka dapat dilihat bahwa
fokusnya ada pada bagaimana pengembangan diri SDM yang didukung organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi. Pada teori Maslow, mestinya organisasi sudah tidak melihat lagi
kebutuhan karyawan dari ‘hanya’ pemenuhan aspek physiological, safety dan love tapi sudah pada tingkatan esteem dan self-actualization.
Artinya, organisasi atau perusahaan yang ingin berkembang harus mampu
mewujudkan keinginan atau kebutuhan karyawan pada level esteem dan self-actualization.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar